Tuesday, October 25, 2011

Lalajo Labuan Bajo




Keberuntungan tahun ini ternyata belum berakhir. Menjelang akhir tahun, saya dapat ajakan untuk eksplorasi Kepulauan Komodo dari Kemenparekraf bersama beberapa teman blogger. Jangan bingung, Kemenparekraf itu nama baru untuk Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Rasanya tidak perlu pikir panjang untuk mengiyakan ajakan tersebut, mengemas baju, dan segera terbang ke Pulau Flores.

Kami mendarat di Bandara Bajo Komodo Airport setelah sebelumnya transit di Bali. Begitu keluar dari lambung pesawat, mata langsung disambut dengan pemandangan berbukit khas Flores. Di akhir Oktober 2011 ini, permukaan Labuan Bajo berwarna coklat kering. Berbeda dengan perjalanan saya Juli tahun lalu yang dipenuhi nuansa hijau dan awan bergulung berat dengan uap air sebelum hujan.

Hanya memerlukan waktu 15-20 menit untuk pergi dari Bandara menuju pusat kota. Jangan lupa untuk membuka jendela dan mendapatkan pemandangan pertama saat menuruni bukit dan memasuki kota. Rumah berbaris sampai dekat mulut Pelabuhan Tilong terus disambung Laut Flores dan beberapa pulau terdekat.  Begitu memasuki jalan utama Labuan Bajo, Jl. Yos Sudarso, kita bisa melihat deretan restoran, penginapan, dan tentunya dive shops. Agak kaget dan kagum melihat pesatnya perkembangan Labuan Bajo. Baru 1 tahun lewat dari kunjungan saya terakhir, tapi sudah begitu banyak bangunan baru. Dan pembangunan masih terus berlanjut sampai di ujung jalan menuju keluar kota.

koleksi foto @kusumorini
Mendapat kejutan yang menyenangkan waktu tahu bahwa kita akan menginap di Green Hotel. Kamar-kamarnya terletak tinggi di atas bukit, dan sebagai bonusnya, cukup dengan membuka tirai jendela kamar, kita bisa langsung melihat pemandangan pelabuhan dan Laut Flores. Saat euphoria menjela-jela,mendadak hujan turun. Hujan pertama sejak Labuan Bajo didera kemarau yang cukup lama. Hoorah!!

koleksi foto @lucianancy
Sambil menunggu hujan yang datang tanpa malu-malu datang bergerombol, kami makan di salah satu restoran pertama dan favorit di Labuan Bajo, Gardena. Saya belum pernah mampir disini sebelumnya. Asumsi saya sebagai backpacker dengan uang terbatas, restoran ini memerlukan rogohan dompet yang cukup dalam. Ternyata salah total! Makanan utama berkisaran di angka 20-40ribu. Masih terdengar mahal? Tunggu sampai makanannya datang. Porsi Flores memang terkenal luar biasa. Porsi kuli dikali dua! Steak saya diisi dengan 5 (ya, Lima) potong daging. Bagi orang-orang yang tinggal di Jawa, perlu ekstra lapar atau ekstra ruangan perut untuk bisa sukses menghabiskan satu porsi sendiri.  Satu lagi fakta menarik tentang makanan di Flores adalah sambalnya. Cabe flores mini dengan ledakan rasa pedas, dicampur dengan perasan air jeruk dan kadang diisi dengan daun kemangi. Wajib coba bagi semua pencinta makanan pedas. Kalau muka sudah mulai merah dan perut mulai panas, tutuplah dengan jus nanas atau mangga.Buah legit dan berair cocok untuk menenangkan ubun-ubun.

Setelah perut padat dan hujan berhenti, pertanyaan berikutnya adalah ‘Apa lagi yang bisa dilakukan di Labuan Bajo?’.  Berhubung Batu Cermin terletak cukup jauh dari kota, akhirnya kami putuskan untuk tetap tinggal di kota dan mengejar sunset. Dan dimana lagi tempatnya kalau bukan di Paradise Bar. Bagi orang yang sudah sering jalan dan mengejar merahnya senja, lama-lama kegiatan ini memang agak membosankan. Tapi tidak di Labuan Bajo dan Paradise Bar-nya.

Pertama kami bergerak ke arah selatan kota. Sekali lagi kaget karena melihat pembangunan sudah sampai disini. Pariwisata sudah lewat fasa menggeliat dan sekarang sedang lari sprint. Hal baik mengingat angka pengangguran yang relatif tinggi (30% menurut www.nttprov.go.id).  Mudah-mudahan pembangunan ini bisa ditranslasi jadi pilihan penghasilan warga lokal.

Kembali ke proses berburu senja. Sampai di dekat Hotel Jayakarta, kami bisa mengintip sedikit merahnya matahari dari balik pohon-pohon kering. Tidak bisa berhenti lama demi mengejar puncak atraksi senja di Paradise Bar. Bar ini terletak jauh di atas bukit arah utara dari Labuan Bajo. Sempurna dengan teras terbuka dan sudut pandangnya. Dari sini kita bisa melihat ujung barat laut Pulau Flores, Pelabuhan Tilong, Pulau Kukusan Besar dan tentunya semburat merah matahari sebelum ditelan Laut Flores. Saat terbaik untuk mengabadikan pemandangan ini adalah di bulan Mei- Juli, karena posisi matahari tepat di depan bar. Untuk sekarang kami cukup dipuaskan dengan warna, bau tanah yang tersiram hujan, dan secangkir kopi Flores hangat.  
koleksi foto @lucianancy













Foto kiri diambil di Bulan Juli 2010
Foto kanan koleksi dari @lucianancy
Catatan: Lalajo berasal dari bahasa Sunda, yang artinya 'menonton atau melihat'

No comments:

Post a Comment